Wednesday, February 27, 2019

Mungkin Kamu Kurang Bersyukur

Senja di Roketto
www.hanidha.com

Kala itu kami begitu menikmati detik demi detik pertemuan kami. Jarak memang tak seberapa tapi waktu yang memaksa kami untuk tak bisa bertemu dengan cepat layaknya masa sekolah dulu yang bisa bebas ngobrol ngalor-ngidul kalau jam kosong ataupun istirahat, tidak se-simple itu. Tidak terasa obrolan yang dimulai dari pukul 13.00 dan berakhir pukul 20.00 rasanya seperti beberapa puluh menit saja. Namun yang kami pesan hanya tiga gelas kopi yang sengaja kami sisakan 1/4 supaya tidak diusir.



Mengutip kata anak indie, hari itu semesta berkonspirasi mendatangkan hujan yang menahan kami untuk berbincang lebih lama. Hujan yang berhenti kala senja mulai menampakkan warnanya. Pemandangan yang pas sekali dengan obrolan kami tentang pendidikan, masa depan dan pasangan. Sampai tiba dimana kami membicarakan nominal uang saku yang diberikan orang tua teman-teman kami dan membandingkannya dengan uang saku yang orang tua kami beri. To be honest uang saku yang diberikan orang tuaku jaman aku S1 sama S2 sama persis, tidak berkurang apalagi nambah. Padahal melihat living cost serta inflasi harusnya naik kan ya hehe.

Pembicaraan kami fokus pada bagaimana perjuangan salah satu teman kami dalam menghemat uang sakunya. Semisal dalam jangka waktu tiga bulan ditransfer orang tua 500K IDR dengan uang beasiswa 800K IDR setiap bulan untuk keperluan kuliah dan kosan di salah satu kota besar di Indonesia (bukan Surabaya) merupakan nominal yang sangat kecil. In other hand, uang saku kami juga tidak banyak tapi kami masih bisa sisihkan uang saku untuk liburan atau bahkan membeli perintilan tidak penting tapi sempetnya mengeluh "kenapa uangku habis". Kami sendiri memiliki kebiasaan mengelola uang berbeda, aku terbiasa mengelola uang sekali transfer untuk satu bulan, temanku ditransfer seminggu sekali dengan pengawasan buku tabungan jangan sampai kurang dari nominal yang orang tuanya batasi, dan temanku yang lain ditransfer ketika uangnya habis. Setiap keluarga memiliki budaya pengelolaan uang masing-masing.

Aku sendiri dari kecil dibiasakan untuk mendapatkan sesuatu hasil dari kerja keras sendiri. Semisal aku pengen ponsel baru atau barang baru, orang tuaku tidak pernah ikut andil didalamnya, aku berusaha menabung dengan menyisihkan uang jajan untuk membelinya. Kadang ketika teman cerita orang tuanya membelikan kado ulang tahun atau kado pencapaian aku iri juga sih. Ada dampak positif maupun negatif yang dihasilkan dari didikan orang tuaku. Positifnya aku lebih bisa menghargai uang dan lebih menghargai usaha atau proses daripada hasil itu sendiri. Sesuatu yang kita dapatkan dengan usaha keras akan lebih menyenangkan bukan? Negatifnya ya anak tetap butuh suatu penghargaan atas usahanya tetapi cara penyampaiannya dibuat sehalus mungkin agar anak tidak melakukan suatu tindakan hanya karena sebuah penghargaan. Misalnya nih pengen ponsel baru karena ponsel yang lama sudah rusak dan tidak layak pakai, orang tua bisa mengatakan "dek kemarin waktu ibu lewat gerai ponsel ada promo menarik gitu, karena ibu inget adek butuh banget ponselnya sekalian ibu belikan buat adek. ponselnya bisa menunjang kegiatan belajar adek juga, ibu sudah daftarkan member Ruang Guru sekalian selama setahun, semoga adek tambah rajin belajarnya ya". Gimana adem gak tuh, kalau aku digitukan otomatis leleh dan terharu.

Nah balik ke masalah uang saku, aku sendiri dibiasakan mengelola uang bulanan untuk segala macam biaya yang ada di bulan tersebut. Misalnya nih bulan ini ada kebutuhan beli buku atau beli keperluan lain yang bersangkutan dengan pendidikan ataupun tidak maka tidak ada tambahan uang lagi. Aku seringnya sih ngeluh dan ngedumel sendiri misalkan pengeluaran membengkak karena banyak kebutuhan penting, hingga pembicaraan sore itu yang kemudian menyadarkanku, aku ternyata kurang bersyukur. Namun secara tidak langsung kebiasaan yang diterapkan orang tuaku tersebut membawa dampak terhadap perilakuku, malu dan takut minta uang walaupun penting. Terlebih sekarang rasa itu semakin berlebihan menjangkitku karena memasuki umur yang seharusnya sudah mandiri secara finansial tetapi masih merepotkan orang tua. Jadi kalau gak penting banget aku tidak akan minta tambahan uang saku. Dulu malah pernah lupa gak transfer dan aku yaa pasrah aja gitu. Pasrah dengan ngeluh ke kakakku minta tambahan uang jajan hehe itulah kelebihan seorang adik (ditoyor). Aku juga cari tambahan uang dari nulis dan sedikit bocoran aja nih ponsel yang sampai saat ini masih setia menemaniku hasil tabungan nulisku lho meskipun hasil nyicil selama setahun (mon maap karena aku misqin jadi gabisa beli cash) :'

Terkadang kita selalu merasa diri kita kurang dibandingkan orang lain, padahal akan selalu ada yang dibawah kita dan diatas kita. Mungkin karena kita terlalu melihat keatas atau lupa bahwa ada syukur yang harus selalu dipanjatkan? Untuk yang berjuang dengan keras di rantau sampai harus mengencangkan ikat pinggang atau melakukan pekerjaan untuk tambahan uang saku kalian hebat.

No comments:

Post a Comment