Wednesday, April 17, 2019

Peran Besar Broker Asuransi dalam Mendukung Upaya Revolusi Industri 4.0

Revolusi industri, secara definisi sederhana adalah perubahan besar-besaran terhadap cara manusia memproduksi barang. Setiap perubahan besar ini selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik, budaya dan bahkan militer. Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali, dan saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat. Revolusi industri diawali pada abad ke-18 dengan nama revolusi industri 1.0, kemudian revolusi industri 2.0 yang terjadi pada tahun 1900-an, revolusi industri 3.0 pada tahun 1990-an dan saat ini yang sedang kita alami yaitu revolusi industri 4.0.

Revolusi industri 4.0 ditandai oleh efisiensi mesin serta tenaga manusia yang mulai terhubung dengan internet. Pada revolusi industri 4.0., sistem berjalan semakin mudah dengan memanfaatkan teknologi berupa Artificial Intelegence (AI), Internet of Things (IOT), Cloud Computing, Mobile Technology dan Shared Platform. Dari teknologi yang digunakan tersebut, dihasilkan kreativitas dan industri baru yang bergerak dalam bidang digital.

Tantangan yang Dihadapi Perusahaan

Adanya revolusi industri 4.0 dapat membantu perusahaan untuk menjalankan bisnis secara lebih efisien. Sayangnya, belum semua perusahaan siap untuk menghadapi revolusi industri 4.0 dan beranjak dari industri 3.0. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Leader Southeast Asia Operations McKinsey, Vishal Agarwal, yang mengatakan bahwa baru 13% perusahaan di ASEAN yang sudah menerapkan industri 4.0. Menurutnya, ada 6 (enam) faktor yang menghambat penerapan industri 4.0. yakni:

1. Kesulitan dalam merancang dengan jelas sebuah roadmap (peta jalan) untuk berkembang pada skala besar.
2. Data-data yang tersimpan secara terpisah dan sulit diintegrasi.
3. Sumber Daya Manusia yang memadai.
4. Menemukan dan memprioritaskan proyek percontohan dengan nilai bisnis yang jelas.
5. Kurangnya pengetahuan dan sumber daya untuk mengembangkan proyek dan infrastruktur
6. Risiko keamanan cyber.

Potensi Risiko yang Perlu Diwaspadai

Selain dapat membantu efisiensi bisnis, revolusi industri 4.0 juga menimbulkan risiko baru yang dapat mengganggu yakni salah satunya adalah risiko keamanan cyber (siber). Potensi risiko cyber ini perlu diwaspadai karena berdasarkan laporan Kaspersky Lab pada kuartal terakhir tahun 2018, 28% pengguna komputer di Indonesia terkena serangan berbasis web yang umumnya berupa malware dan berfokus ke URL dan surel. Kondisi tersebut perlu diwaspadai oleh setiap perusahaan agar risiko cyber tidak mengganggu jalannya bisnis perusahaan di era industri 4.0. ini.

Tindakan perlindungan yang efektif terhadap risiko cyber adalah memiliki polis Asuransi Cyber - dari yang memberikan manfaat perlindungan atas Cyber Business Interruption (Gangguan Bisnis Dunia Maya), Repair of Reputation (Perbaikan Reputasi), Cyber Extortion (Pemerasan Siber), Data Asset Restoration (Pemulihan Aset Data) hingga Data Liability (Tanggung Gugat Data) dan Defense Costs (Biaya-biaya Pembelaan).

Anda bisa memilih jenis Asuransi Cyber yang tepat dengan menggunakan bantuan perusahaan konsultan manajemen risiko dan broker asuransi, misalnya Marsh Indonesia. Tim di Marsh memiliki pengalaman dalam menilai dan melakukan analisa untuk meminimalisir risiko kerusakan dan kerugian perusahaan jika terkena serangan cyber dan penyusupan data, memberikan metode pencegahan dan penanggulangan, serta simulasi skenario terburuk. Jasa dan solusi yang dapat diberikan diantaranya adalah Cyber Insurance, Cyber Risk Modelling dan Cyber Risk Complication, dan Cyber Security Services. Sehingga, perusahaan bisa lebih fokus dalam menjalani revolusi industri 4.0 dan menjalankan bisnis secara lebih efisien.

No comments:

Post a Comment